Tittle :
With You #2
Author : Fujiwara Chiaki
Cast : Shori Sato(SEXY ZONE), Kamiki Ryunosuke, Masuda Takahisa(NEWS), Chiaki Masuda(OC)
Genre : romance
Type : multhy-chap
Fandom : JE
Author : Fujiwara Chiaki
Cast : Shori Sato(SEXY ZONE), Kamiki Ryunosuke, Masuda Takahisa(NEWS), Chiaki Masuda(OC)
Genre : romance
Type : multhy-chap
Fandom : JE
SUMMARY : Terkahir aku bersamanya, dia masih dalam keadaan baik-baik saja sampai sebelum aku mendapatkan kabar itu.
Aku yakin kalau aku sekarang sedang bermimpi.
Alasan mengapa aku sangat yakin adalah, karena aku
sedang berada dalam rumah sakit. Rumah sakit besar yang tidak kutahu.
Orang-orang asing berjalan tergesa-gesa dan saling berbicara dengan nada yang
cepat dan bahasa yang tidak kuketahui. Tapi aku tidak terlalu memperdulikannya.
Aku mendengar sebuah irama yang indah, mengingatkanku
pada irama piano yang sedang dimainkan Shori saat aku diam-diam melihatnya di
ruang musik sekolah. Ya! Aku ingat! Irama ini sama persis dengan yang dimainkan
Shori.
Aku mencoba mendengarkan iramanya dengan seksama dan
mengikuti asalnya.
Semakin lama, semakin dekat. Semakin terdengar jelas
olehku. Aku berjalan sambil menikmati indahnya irama yang seakan memanggilku
itu.
Namun tiba-tiba irama yang sedang asik kunikmati itu
mendadak berhenti saat aku sadar aku berada di depan pintu yang cukup besar.
Aku melirik ke segala arah di koridor ini, dan tidak kudapati lagi orang-orang
asing yang berjalan kesana-kemari itu. Koridor ini sepi, hanya ada aku seorang.
Kini aku kembali terfokus pada pintu di depanku itu.
Perlahan-lahan, tanganku mencoba menggapai gagang pintu lalu memegangnya dengan
kuat. Tanganku bergetar hebat saat tiba-tiba aku mendengar jeritan dari balik
pintu ini. Jeritan itu tidak terlalu terdengar asing di telingaku.
Aku menggeser pintu itu lambat, namun ada secercah rasa
takut dalam diriku. Membuatku gemetaran, tidak hanya tangan, tapi gemetar itu
sampai di kakiku.
Saat pintu terbuka lebar, aku melihat Shori terbaring
lemah di kasur. Dengan cepat, aku berlari padanya.
Tubuhnya dingin, bahkan lebih dingin dari pada
sebelumnya. Tangan kirinya gemetaran memegangku, mencengkramku erat sekali.
Matanya yang berkilau itu pun menjadi sayu. Pandangan matanya pun kosong.
Aku merasakan kepedihan yang luar biasa saat melihatnya.
Lubang yang dulu sempat sembuh, kini terbuka kembali. Wajahnya begitu pucat,
Shori memandangku dengan tatapan yang sulit untuk kujelaskan. Di wajahku, aku
tahu tidak tergambar emosi apapun kecuali kesedihan sendu.
“S-Shori…”
isakku dengan suara bergetar.
Aku tidak bisa
menahan air mata yang lama sudah kubendung sejak tadi. Kini mengalir derasnya
tanpa berhenti sedikitpun. Aku mempererat tangannya yang menggenggamku itu, berharap
kehangatan tubuhku bisa sampai padanya.
Shori mengangkat tangannya yang lain untuk membelai
pipiku dengan ujung-ujung jarinya, terus hingga ke dagu. Memandangku sejenak,
wajah sedih tampak padanya. Tapi, lalu ia mengembangkan senyum kecil padaku dan
mulai berbicara padaku..
“Nantinya akan terasa seolah-olah
aku tak pernah ada.”
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Itu adalah mimpi buruk, sangat buruk. Mimpi itu
menghantuiku beberapa hari ini, aku tidak tahu kenapa. Dan aku tidak ingin
kalau itu menjadi kenyataan.
“Ini
bukan apa-apa! Ini bukan apa-apa!” pikirku berusaha menghiburku sendiri. Itu
benar, ini memang bukan apa-apa. Hanya mimpi buruk, mimpi buruk yang tak
berarti.
Tapi entah kenapa…kata-kata yang diucapkan Shori dalam mimpiku
itu terasa aneh bagiku. Terkadang aku mencoba untuk memecahkan teka-teki di
balik mimpiku itu. Tapi sangat susah…
Aku tidak menceritakan mimpiku ini kepada Massu-niichan,
dan Shori juga tentunya. Aku takut, itu akan membuat mereka khawatir terutama
Shori.
“Chi-chan?”
Shori menepuk pundakku sekali. Aku baru sadar kalau aku melamun. Aku menengok
pada Shori yang ada di sampingku lalu mengembangkan senyum. “Kau pucat juga kau
memiliki kantung mata? Ada apa?” tanyanya curiga.
“Tidak,
tidak, aku tidak apa-apa. Ah.. mungkin aku lapar, aku akan pergi ke kantin!”
aku langsung pergi sebelum ia sempat menanyakan hal baru lagi padaku.
Aku sadar aku terkadang menghindar dari pertanyaan
Shori. Aku tidak mau kalau aku sampai keceplosan membicarakan mimpi itu. Kalau
Shori tahu, dia pasti akan berada di dekatku 24jam. Dia pernah memaksa menginap
di rumahku hanya karena aku parno karena habis menonton film horror di bioskop
bersamanya. Itu sedikit mengganggu.
Tapi aku juga
ingin tahu tanggapannya mengenai mimpiku, tapi mungkin belum saatnya sekarang.
Aku sekarang berjalan bukan untuk pergi ke kantin, tapi
ke halaman belakang sekolah. Di sana ada satu bunga yang sengaja kutanam
diam-diam, bunga matahari. Setiap harinya aku selalu menyempatkan untuk
melihatnya dan menyiraminya. Tapi anehnya, aku terkadang lupa menyiraminya,
tapi esok saat aku mengeceknya bunga itu tak layu masih tetap indah. Apa
mungkin ada orang yang menyadari keberadaan bunga matahariku?
Aku suka bunga itu, mungkin setiap melihatnya, aku
seperti melihat Shori.
Shori adalah matahariku, dia tidak pernah menyerah dan
selalu berdiri tegak dalam menghadapi apapun. Sama seperti bunga matahari yang
kutanam, bunga itu tidak pernah sekalinya menunduk, dia selalu tegak dalam
situasi apapun. Sama seperti Shori, bukan?
Saat sampai di sana, aku melihat seseorang sedang
menyiraminya. Dugaanku benar kalau ada orang yang menyadari bunga itu di tempat
persembunyannya yang kuanggap sudah sempurna.
Aku mendakatinya dan ingin mengucapkan terimakasih
padanya. Tapi saat aku menepuk punggungnya yang tinggi—membuatku sedikit
menaikkan kakiku, dia kaget bukan main.
“A-ah!!”
teriaknya kaget. Aku hanya diam dan memiringkan kepalaku. “Masuda-san..”
ucapnya pelan. Dia mengetahui namaku? Sekilas aku sempat curiga padanya, tapi rasa
curiga itu hilang saat aku melihat senyum ada di wajahnya. Senyumnya indah—walau
tidak seindah milik Shori.
“Terimakasih…sudah
mau menyirami bunga ini..” ujarku lalu mengulurkan tanganku padanya. Dia
menjawab uluran tanganku itu. Kami sama-sama tersenyum kecil. “Namamu?” aku
melepaskan uluran tangan kami, lalu kembali tersenyum padanya.
“Kamiki
Ryunosuke, senang berkenalan denganmu.”
Dia memiliki yang rambut. Matanya menunjukan kalau dia
adalah orang yang periang. Dan senyumnya tidak bisa kujelaskan. Badannya cukup
tinggi hingga aku harus mengangkat wajahku untuk melihatnya, dan itu membuat
kepalaku sakit.
Ini memang salah satu hobby-ku—mengamati orang-orang.
“Aku—“
aku belum selesai menyelesaikan kata-kataku pada Kamiki. Aku terhenti oleh
Shori yang memanggilku dari belakang. Dan dia kini sudah ada di sampingku—larinya
cepat sekali….
“Chi-chan,
kau kenal Kamiki?” tanya Shori sambil menunjuknya.
“Kami
baru saja berkenalan.” Jelas Kamiki pada Shori.
Jadi, Shori juga kenal Kamiki? Kenapa dia tidak bilang
padaku ya? Aku memperhatikan mereka berdua. Wow, lihat selisih tinggi mereka!
Shori kalah telak. Setelah memikirkan itu, aku langsung menundukkan kepalaku
lalu tertawa terkikik. Mungkin mereka berdua sekarang sedang bingung, dan
memandangku dengan pandangan aneh. Aku tidak berani melihat wajah mereka
sekarang, terutama Shori, pasti akan membuat tawaku semakin keras.
Aneh, kali ini aku yang tertawa puas mengejek Shori.
Padahal biasanya, dia selalu ada ide untuk menjelekkanku. Tapi mungkin aku
tidak usah memberitahukan pikiranku ini pada Shori. Aku belum pernah
mengejeknya, mungkin dia akan marah atau mungkin cuma diam.
Shori orang yang sulit dibaca isi hatinya, dan aku susah
mengerti dirinya. Shori periang, tapi terkadang juga pendiam—walau jarang sekali.
Ya, dia orang yang sulit untuk ditebak.
Entah apa aku keterlaluan tertawa atau terlalu lama
tertawa, sampai terdengar desahan dari Shori. Dia merangkulku dengan sebelah
tangannya, lalu membungkam mulutku dengan tangan yang melingkar di bahuku itu.
Otomatis, aku menghentikan tawaku itu dan melirik kesal ke arah Shori.
“Yak.
Kami akan kembali ke kelas. Kamiki, trimakasih.” Kata Shori, lalu tersenyum
pada Kamiki. Kulihat senyum itu berbeda dari senyum biasa Shori. Senyum yang aneh,
seperti memaksakan untuk senyum? Tidak, dalam senyum itu seperti memiliki
makna. Seperti berharap? Ya, Shori seperti berharap pada Kamiki. Tapi apa ya?
Apa cuma pemikiran konyolku saja?
Tangannya merangkulku dengan erat, aku mencoba
melepaskannya, tapi tidak bisa dengan tenaga lemahku ini. Shori menggeretku
bukan ke jalan kelas seperti yang dibilangnya ke Kamiki, tapi ke atap sekolah.
“Hei,
bukannya kita harus ke kelas? Pelajaran ke-5 sudah dimulai.. Ini pelajaran
seni..”kataku pada Shori, tapi sepertinya dia tidak menggubrisku. Kali ini aku
memandangnya dengan wajah sedikit sebal. Pelajaran ini adalah pelajaran yang
kusukai, seni. Aku bisa menuangkan pikiranku dan imajinasiku pada selembar
kertas, pelajaran yang asik, bukan?
“Kau
Cuma suka memandang guru paruh waktu itu, bukan? Tegoshi-sensei…” jawabnya.
Tidak juga, aku memang suka pelajaran seni….memandang Tegoshi-sensei itu…tujuan
keduaku. Hehehehe, aku tidak berani bilang ini pada Shori. Bisa-bisa dia marah.
“Tidak apa-apa tertinggal pelajaran itu. Kita beruntung, semua orang sekarang
sedang ada di kelas. Cuma kita yang akan di atap.” Lanjut katanya dengan
percaya diri.
“Heh?!”
Ya, atap sekolah memang sepi. Tapi, ini membuatku deg-degan.
Shori melepas rangkulannya saat kami tiba di atap
sekolah. Entah kenapa, langit hari ini indah. Banyak awan yang terbentuk di
langit, membuatku takjub. Langit seakan terlihat lebih dekat hari ini.
Shori membuatku kaget, dia mendadak memelukku yang
sedang asik mengamati langit. Semakin lama pelukannya semakin kuat. Aku
membalas pelukannya itu. Kami berpelukan lama sekali dan kami terdiam dalam
pelukan ini.
Hari ini aku merasa Shori aneh sekali. Mulai dari
senyumnya tadi yang masih menyisakan rasa penasaran padaku, pelukannya yang
lama sekali, dan pelukan itu kembali dingin. Tubuh Shori yang dulu sempat
hangat, kini kembali menjadi dingin.
Aku mulai terhanyut pada pelukannya itu. Namun
tiba-tiba, Shori melepaskan pelukannya. Dia memandangku, dengan wajah sedih
sendu. Aku tidak tahu apa arti wajahnya itu. Banyak hal yang belum kumengerti dari
Shori. Dan aku merasa seperti ada yang disembunyikannya padaku. Aku tidak
bertanya hal itu padanya, aku menunggunya mengatakannya padaku.
“Jangan
khawatirkan aku nantinya..” ujar Shori menggenggam tanganku. Shori terlihat
lesu, sangat lesu hari ini. Seperti matahari yang redup tertutup awan.
“Shori,
ada apa? Kau..aneh..” ujarku padanya. Kini Shori melepas tangannya dariku. Dia
memandangku lama sekali. Kemudian Shori meraih rambutku dan menyibaknya ke
belakang telingaku. Kulihat dari tadi, dia seperti ingin bicara sesuatu. Tapi
entah kenapa, seperti ada sesuatu yang menghalanginya. “Shori?” kembali
tanyaku.
“Chii-chan,
suatu hari pasti akan tahu. Aku yakin karena kau jenius.’’ Jawabnya dengan tawa
kecilnya itu. “Dan nantinya, akan terasa
seolah-olah aku tak pernah ada..” lanjutnya.
Kata-kata itu membuatku kaget. Yang diucapkan Shori
sekarang sama persis dengan apa yang diucapkannya di dalam mimpiku. Aku
mengerutkan keningku tidak percaya akan hal ini. Jika dipiikir, seperti ini
adalah hal yang mustahil. Apa mungkin mimpiku itu akan menjadi kenyataan? Mimpi
dimana Shori terbaring lemah di rumah sakit itu…tidak mungkin akan terjadi,
kan?!
Shori tidak mungkin akan…tidak mungkin mimpi konyolku
itu nyata, kan?
“Tidak mungkin!” teriakku tidak sadar. Aku terlalu
terbawa oleh emosiku sekarang. “Jangan-jangan Shori seperti yang ada di mimpiku
akhir-akhir ini?! Tidak mungkin, kan?!”
Shori melihatku dengan pandangan yang kaget. Mungkin
nada bicaraku padanya terlalu berlebihan. Aku memang sadar akan hal itu, tapi emosiku
saat ini memang tidak stabil.
Shori kembali memelukku. Namun, Shori sama sekali belum
menjawab pertanyaanku itu tadi. Dan aku mulai curiga padanya. Jangan-jangan
memang ada rahasia yang disembunyikannya selama ini? Dan aku tidak bias apa-apa
saat ini. Lalu Shori pun melepas pelukannya itu.
“Memang
apa yang kau pikirkan?” tanyanya padaku. Terlihat Shori seperti tertawa, ya,
terdengar tawa dari Shori. “April Moop!”
April Moop, jadi aku tertipu? Aku memasang wajah tidak
percaya padanya.
Padahal aku sudah sangat takut dan khawatir soal mimpiku
yang akan jadi nyata itu?
Tapi Shori tiba-tiba mengerjaiku?
“Shori,
ini bukan bulan April. Ini bulan November.” Jelasku memasang wajah sebal
padanya.
“Kalau
begitu, November moop!” ulangnya.
“Jahat!”
kataku sebal padanya. Mungkin Shori tahu kalau aku kali ini aku sebal padanya.
Mungkin terlihat dari wajahku dan juga nada bicaraku. Shori mencubit kedua
pipiku dan bermain pipiku dengan kedua tangannya itu. Itu sedikit membuat rasa
sebalku hilang. Kini kami mengganti suasana suram tadi dengan keceriaan. Kami
bercanda hingga lupa kalau kami harus segera kemballi ke kelas.
Tapi…
Dingin, tangannya yang menyentuh wajahku tadi lebih
dingin dari biasanya. Dia seperti es beku. Suhu orang normal tidak mungkin
seperti ini, bukan? Ini terlalu aneh. Aku sedikit khawatir padanya. Tapi Shori
sama sekali tidak mau bercerita kepadaku.
Terkadang saat melihatnya tersenyum, aku malah merasa
sedih. Suhu tubuhnya-lah yang membuatku sedih. Aku khawatir terjadi sesuatu dengan
Shori. Tapi, tidak ada yang bisa kuperbuat untuknya, sama sekali tidak ada. Aku
mencoba menyembunyikan perasaan sedih dan khawatirku itu. Aku takut hal sepele
seperti ini akan merusak hubungan kami. Jadi, mungkin lebih baik kalau aku
merahasiakannya.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari ini, kami mulai libur musim dingin. Pasti akan
sangat menyenangkan menghabiskan liburan dengan Shori. Aku banyak memikirkan
hal-hal yang bisa kami lakukan bersama untuk menghabiskan liburan kali ini. Dan
kami pun ada janji hari ini. Shori akan menunjukan sesuatu padaku, Shori sangat
bersemangat saat mengatakan hal itu padaku.
Ponselku bordering saat aku sedang asik memilih bajuku
hari ini. Terdengar dari dering lagunya, itu adalah panggilan dari Shori.
Mungkin sekarang Shori sudah ada di luar rumah. Aku mempercepat memakai
pakaianku dan berlari kecil keluar dari rumah. Karena hari ini semua orang di
rumah sedang tidak ada dan sibuk, jadi aku bisa bermain sepuasnya dengan Shori.
Aku mengunci pintu rumah dan segera menghampiri Shori
yang sedang menungguku.
Shori terlihat sangat keren. Lebih dari biasanya.
Clik!
“Hei,
apa-apaan itu?!” protesku saat dia mengambil fotoku dengan kamera yang
dipegangnya. Shori tidak menjawab dan hanya terkikik melihat hasil dari foto
tadi. Aku segera menghampirinya dan mengambil kameranya. Di foto ini aku
terlihat jelek sekali! Dengan cepat aku segera menekan tombol delete .
“Itu kan
bagus! Jangan dihapus dong!” katanya lalu mengambil kamera miliknya itu dari
tanganku.
“Aku
jelek disitu!” protesku kembali.
“Bukannya
Chii-chan memang jelek?hahahaha.” Aku tidak menggubris kata-katanya barusan.
Cukup memasang wajah sebal padanya.
Kami berjalan menuju tempat yang dibicarakan Shori
sambil bercanda. Jalan yang kami lalui tidak terlalu asing bagiku. Tempat yang
sedikit gelap dan kami melewati gang kecil. Oh! Ini seperti jalan yang kami
lewati saat kami pergi ke padang rumput yang tidak terlalu luas dulu.
Ini kedua kalinya Shori mengajakku kesini. Padahal
tempat ini sangat bagus. Kenapa dia tidak sering-sering mengajakku?
Tiupan angin yang sepoi-sepoi menyejukkan pikiranku.
Sungainya yang masih tetap jernih menyilaukan mataku. Dan kini saat kupandang
wajah Shori, ia tampak bersinar terang..seperti matahari.
Aku mengambil kameranya yang selalu dipegangnya itu.
Lalu manaikkan kamera sejajar dengan mataku dan memotret wajah Shori tanpa
pikir panjang. Cahaya kamera tampaknya membuat matanya berkedip. Kulihat hasil
potretanku itu dan sangat bagus seperti bayanganku.
“Shori,
kau keren disini.” Pujiku padanya. Shori mengambil kembali kameranya dan
melihat dirinya yang terpajang di dalam kamera itu.
“Ya..aku
memang keren!” katanya yang masih tetap memperhatikan kameranya.
“Shori,
ini musim dingin, kan? Tapi kenapa udara di sini tidak terlalu dingin?” ujarku
mengalihka topik pembicaraan.
“Aku
juga tidak tahu itu. Lagipula itu tidak penting, kan? Karena yang penting
adalah kita berdua.” Kata-katanya barusan membuatku jantungku tidak beraturan.
Ditambah nada suaranya yang berubah menjadi lembut. “Tutup matamu..” lanjut
katanya.
Dengan cepat aku menutup mataku. Shori mendekatkan
wajahnya padaku. Ya, aku tahu itu karena aku dapat merasakan napas dinginnya
yang semakin lama mendekat padaku. Dia akan menciumku kembali?
Tapi napas Shori semakin lama semakin menjauh. Dan aku mulai membuka mataku perlahan..dan..
Tapi napas Shori semakin lama semakin menjauh. Dan aku mulai membuka mataku perlahan..dan..
Plak!
“Apa
ini?” Tanyaku saat sebuah buku mendarat dengan keras di wajahku. Aku mengambil
buku itu, buku yang lumayan tebal. Pantas saja rasanya sakit sekali.
“Novel,
aku harap kau mau membacanya. Ceritanya sangat keren!” katanya sambil
memberikan novel itu padaku.
“Doko
ni demo aru uta…” kataku membacakan judul dari novel yang diberikan Shori.
“Sejak kapan Shori suka novel?” lanjut tanyaku mengintrogasi. Setahuku Shori
tidak suka membaca buku selain komik. Dan aku tidak pernah melihatnya membaca
buku.
“Ah…itu..karena
ceritanya menarik. Yah! Sudah, Chii-chan baca saja!” katanya sedikit kesal.
“Dan
juga, Shori sekarang jadi menyukai memotret sesuatu ya? Shori, kau aneh
akhir-akhir ini.. Ada sesuatu, kan?” kembali muncul pertanyaan dariku. Melihat
tingkahnya yang berbeda dari biasanya sedikit membuatku aneh. Jarang-jarang sekali Shori melakukan hal
seperti ini. Aku terus melototinya
sampai dia mau menjawab pertanyaanku.
Dan dia terlihat risih dengan hal itu.
“Iya!
Aku suka memotret karena aku ingin menemukan sesuatu yang tidak bisa terlihat
olehku selama ini.”
“Shori
keren..”
Aku sama sekali tidak tahu apa yang dimaksud oleh Shori.
Tapi aku tidak ambil pikir panjang soal itu. Karena seperti yang Shori bilang
tadi, yang penting adalah kami. Yang penting aku bisa bersama Shori itu sudah
lebih dari cukup.
Setelah seharian menghabiskan waktu di padang rumput
itu, kami pulang. Dan karena hari ini sangat dingin, aku minta agar Shori
pulang ke rumah tanpa harus mengantarku pulang. Rumah Shori dari sini lebih
dekat daripada rumahku. Aku tidak ingin Shori kedinginan, apalagi Shori hanya
mengenakan jaket tipis tanpa pelengkap apapun.
Saat perjalanan pulang, banyak yang teripirkan olehku.
Dan semua tentang Shori. Di dalam kedinginan ini, aku masih bisa merasakan
tangan Shori yang bahkan lebih dingin daripada udara saat ini.
Uhh~ aroma tangannya masih tertinggal disini. Harum,
harum sekali.
Saat aku sampai di rumah, seluruh orang berkumpul
diruang keluarga. Mereka melihatku dengan tatapan aneh, termasuk Massu-niichan.
“Ada
apa?” tanyaku sambil berjalan menuju kamarku meninggalkan mereka. Tapi
tiba-tiba Massu-niichan memegang bahuku, menghentikanku untuk berjalan ke
kamar.
“Sato-kun..
aku baru saja mendapat telepon dari orangtuanya. Dia baru saja dibawa ke rumah
sakit.” Jelas Massu-niichan padaku.
“Aku
akan kesana!” kataku sambil berlari pergi ke luar menghampiri Shori. Padahal
Shori baru saja pergi bersamaku tadi, bukan? Padahal tadi dia kelihatan sangat
sehat.
“Jangan!
Tidak bisa dijenguk saat ini!” kata Massu-niichan mecoba menghentikanku
berlari. Dia menggenggam tanganku erat, terasa sangat perih. Tapi aku melepaskan
tangan Massu-niichan dengan kasar dan pergi begitu saja ke luar. Pasti
Massu-niichan kecewa padaku. Tentu saja, ini pertama kalinya aku tidak mematuhi
apa yang dikatakannya.
Dan aku pasti tidak akan tega untuk melihat wajahnya
saat ini..
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Berlari.. Yah, aku berlari dengan sekuat tenaga.
Melarikan diri dari kenyataan yang ada di depanku. Dan aku tidak tahu aku
kemana tujuanku berlari. Aku hanya mengikuti perasaanku saja. Perasaan yang
meluap-luap tak beraturan.
Aku sadar, kini aku berada di sebuah taman kecil. Begitu
sunyi dan menyeramkan di saat malam hari. Berbeda jauh dengan taman saat siang
hari yang dipenuhi oleh anak kecil yang bermain. Mungkin tempat ini yang cocok
untukku sekarang.
Aku menghampiri ayunan yang ada di tengah-tengah taman
ini. Dan aku duduk disana. Aku lelah, sangat lelah. Tanpa sadar aku tertidur di
ayunan itu untuk beberapa saat sebelum dia membangunkanku.
Aku merasakan sesuatu mengguncang tubuhku dan
meneriakiku. Tapi aku tidak bisa membuka mataku. Terlalu lelah untukku agar
bisa membuka mata. Tenagaku sudah terkuras habis saat aku berlari kencang
meninggalkan rumah tadi.
Lalu teriakan dan guncangan itu berhenti dan kini aku
merasakan kehangatan menyelimutiku. Iya, sangat hangat. Membuatku nyaman di
udara yang sangat dingin ini.
“Hei,
bangun.. Masuda-san?” kini yang terdengar olehku adalah kata-kata lembut itu. Aku
sedikit membuka mataku, dan kulihat bayang-bayang seseorang walau tidak jelas
terlihat olehku.
“Shori..”
“Bukan.
Aku Kamiki..” jawabnya. Tapi aku masih belum sepenuhnya sadar. Dan hanya
kata-kata melantur yang terucapkan olehku. Kurasakan dia semakin memelukku
erat. Nafasnya terasa di dahiku. Dan kehangatan tubuhnya menyalur kepadaku,
membatku nyaman untuk tidur. Tapi aku…
“Ah! Kamiki?!”
ucapku kaget saat sadar kalau aku ada di pelukan Kamiki. Aku mendorong tubuhku kebelakang
menjauhinya.
“Maaf,
tadi kulihat kau sangat kedinginan.” Sesal Kamiki lalu melilitkan syal miliknya
di leherku. Dan dia tersenyum lega padaku. “Soal Shori…”
“Aku
sudah tahu, dia ada di rumah sakit, bukan?” ujarku memutus kata-kata yang akan
disampaikan Shori.
“Bukan
hanya itu, tapi dia sedang……koma.” Katanya lanjut.
“Jangan
bercanda..”
“Aku
tidak sedang bercanda.”
Aku hanya bisa mematung melihat Kamiki yang ada tepat di
depanku.
Terakhir aku bersama Shori, dia baik-baik saja..
Dan ini hanya gurauan, bukan?
Tanpa sadar aku menangis di hadapan Kamiki. Aku malu
sekali tapi, air mataku memang tidak bisa kukendalikan. Mengalir begitu saja. Tapi
aku mencoba menghentikan tangisanku ini.
Tapi tangan hangat Kamiki menyentuh kedua pipiku. Menghapus
air mataku dengan tangannya itu. Sejenak aku merasa nyaman ada di dekat Kamiki.
Kemudian Kamiki mengembangkan senyumnya yang manis itu
dan berkata padaku..
“Tidak apa-apa. Menangislah, karena
kau memerlukan itu saat ini.”
*tsuzuku
uwaa~ chia~ kasihan banget nasibnya..hohoho
BalasHapuskamikinya ganteng~ :3
walah, hahaha
BalasHapusiya kamiki emang ganteng, sampe aku ga bisa tidur XD
Wawww~ ada apa dengan Shori??
BalasHapushuhuhu...
ayo lanjut...
Tegoshi-sensei jadi guru seni?? gak salaaahh?? #Plakk
ehehehe...
walah, pengennya.. tp ideku ilang semua wkwkwk nunggu lama~~
BalasHapuseh......oh iya ya! aku baru sadar yg ak tulis itu seni..engga cocok bgt sama aslinya hahahaha
hahaha, lanjutannya aku tunggu ya..
BalasHapusjangan lama-lama~ :D