Kamis, 16 Februari 2012

Your Promise? Friendship?

‘Apa kita akan bersama selamanya?’
‘Aku harap begitu.’
‘Apa kita bisa tertawa bersama selalu?’
‘Tentu saja....karena kita sahabat..’


--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tittle : your promise? friendship?
Author : Fujiwara Chiaki
Cast : Yamada Ryosuke ; Nakajima Yuto ; Chinen Yuri
Type : double shot
Genre : Friendship, Fantasi

-------------------------------------------------------------------------------------------------------



***


“Hei, Yama-chan, tunggu!” teriak salah satu pemuda jangkung yang mencoba berlari mengejar seseorang yang ia panggil dengan Yama-chan. Langkah pemuda bernama Yama itu dibuatnya pelan menunggu orang yang memanggilnya itu menghampirinya.
“Jangan panggil aku Yama-chan! Aku malu bila orang mendengarnya!” bisik pria yang bernama lengkap Yamada Ryosuke itu. Terlihat orang yang memanggil Yamada sudah berada di sebelahnya. Perbedaan tinggi tubuhnya sangat terlihat, bahkan mereka seperti kakak-beradik. Lelaki jangkung itu tersenyum seakan meledek Yamada. 

Dia adalah Nakajima Yuto, sahabat dari Yamada. Mereka bersahabat dari Taman Kanak-Kanak hingga SMA saat ini. Selalu bersama setiap saat, tertawa bersama, bermain bersama, dan tidak terpisahkan. Mungkin sempat terjadi beberapa kali pertengkaran. Namun itu tidak lebih dari sehari mereka bertengkar, karena mereka tahu, bahwa mereka saling membutuhkan.

“Lalu, aku harus memanggilmu apa? Bukankah selama ini aku selalu memanggilmu dengan sebutan Yama-chan? Ah, atau mungkin aku harus memanggilmu chibiyama-chan?” ledek Yuto pada Yamada. Yamada membuang muka dari Yuto.

Tidak habis pikir, kenapa Yuto selalu saja meledek Yamada. Yamada mengalihkan tatapannya ke arah jam tangan yang ia kenakan di tangan kirinya. Pukul 7.15, Yamada tanpa membuang waktu segera berlari meninggalkan Yuto dibelakangnya. Yuto yang kebingungan hanya bisa diam melihat tingkah aneh dari sahabatnya itu.

“Yuto, apa yang kau lakukan?! Kau mau tertahan di ruang guru dan diceramahi?!” teriak Yamada yang sudah jauh di depan dari Yuto.
“Kenapa kau tidak bilang saja kalau kita terlambat~!” susul Yuto mengejar Yamada yang sudah jauh berada didepannya. 

Mereka adalah sepasang sahabat yang tidak memperdulikan apa kata orang ketika mereka sedang asik bergurau, selalu ceria setiap saat, dan selalu memegang janji mereka. Yup, janji mereka sebagai sahabat, janji yang tidak akan mereka lupakan walau kini janji itu sudah bertahan selama 9 tahun.


#Flash Back~Angin berhembus lembut yang menerbangkan dedaunan kering yang ada di hamparan rumput yang hijau, suara gemercik air yang lembut dan ikan-ikan yang riang keluar-masuk ke dalam jernihnya air sungai itu. Disana adalah tempat favorit Yamada jika ia sedang merasa sedih, senang, maupun gundah. Di pinggir sungai itu, Yamada sering mencurahkan emosinya.

Kini terlihat ia berbaring di rerumputan nan hijau itu sambil menutup matanya. Berusaha melupakan hal yang barusan terjadi padanya yang amat membuatnya sedih. Ia membuka matanya perlahan, mengangangkat tinggi tangannya seakan ingin menggapai langit yang tampak berwarna merah kekuningan. Membuka telapak tangannya lebar-lebar, lalu mengepalkannya. Entah apa yang ia pikirkan. Beberapa jam, yang ia lakukan hanyalah memandang langit yang luas itu, sampai sebelum terdengar suara yang mengalihkan perhatiannya sekarang.

“Yamada, ya?” tanya seseorang berusaha menghampirinya. Pria yang mungkin tak asing bagi Yamada, dia adalah anak laki-laki yang tinggi yang sangat populer di sekolahnya.
“Kau..” jawab Yamada dengan mencoba mengingat nama dari anak laki-laki populer yang memanggilnya itu. “Nakajima Yuto..” lanjut kata Yamada setelah beberapa lama menginggat satu nama itu.
“Yup, betul. Apa yang kau lakukan disini? Bukankah disini sangat berisik karena setiap 30 menit terdengar suara keras dari kereta yang melintas di atas sana? Kau nyaman berada disini?” tanya Yuto yang kemudian menaruh tasnya dan duduk di rerumputan.

Pertanyaan Yuto sedikit membuat Yamada terdiam sejenak yang kemudian terlihat senyum kecil yang menghiasi wajahnya. Yamada berganti posisi yang tadi terbaring kemudian berubah duduk disebelah Yuto.

“Walau terkadang berisik, tapi ini adalah tempat yang asik. Aku bisa menuangkan segala emosiku dan berimajinasi sesukaku, berimajinasi adalah hal yang menyenangkan.” Kata Yamada dengan polos. Yuto yang mencoba mencerna kata-kata Yamada barusan.

“Bagaimana caranya? Kedengarannya menarik.” Tanya Yuto. Yamada membaringkan tubuhnya kembali. Lalu menatap langit dan kemudian menutup matanya. Yuto mungkin bingung dengan tingkah Yamada. Beberapa saat kemudian, Yamada menganggkat tangannya dan seperti menangkap sesuatu di tangannya. Hal itu kembali membuat Yuto menjadi kebingungan.

Yamada mambuka matanya lalu tersenyum lebar pada Yuto.

“Kau sudah mengerti maksudku?” Yuto menggelengkan kepalanya pelan. Yamada kembali tersenyum sesaat sebelum ia melanjutkan kata-katanya.

“Kau terbaring di rumput hijau ini, lalu menutup matamu. Lupakan hal buruk yang terjadi hari ini dan ingat hal yang menyenangkan yang terjadi hari ini. Lalu berimajinasi sesukamu. Kepalkan tanganmu di langit seakan mengangkap imajinasimu itu. Lupakan kesedihanmu atau kekesalanmu, ganti dengan hal-hal yang kau sukai. Kau sudah mengerti?” Yamada menoleh ke arah Yuto dan melihat Yuto dengan wajah kebingungan dan membuat Yamada tertawa. “Lakukan ini saat terjadi hal yang buruk padamu. Ini akan membuatmu menjadi lebih baik dari sebelumnya.” Lanjut kata Yamada.

“Jadi, saat ini kau sedang mengalami sesuatu yang buruk ya?” tanya Yuto polos. “Apa benar-benar ampuh? Karena aku sedang kesal hari ini.” lanjut tanyanya.

“Coba saja.” Jawab Yamada singkat.

Yuto mencoba membuktikan perkataan Yamada. Membaringkan tubuhnya dan melakukan kelanjutannya sesuai cara Yamada tadi. Beberapa lama kemudian terlihat Yuto menganggkat tangannya ke langit dan mengepalkannya. Lalu membuka matanya dan tersenyum lebar. Kini berganti Yamada heran pada Yuto. Melihat Yuto yang selalu tersenyum pada Yamada, membuat Yamada ngeri.

“A-apa?” kata Yamada yang mulai curiga.

“Ternyata cukup ampuh juga.” Balas Yuto tanpa menghentikan senyum lebarnya itu. “Walau cukup lama untuk berimajinasi, karena itu cukup susah bagiku” lanjut katanya disertai tawa yang keluar dari mulutnya.

“Memang apa yang membuatmu kesal?” tanya Yamada pada Yuto.

“Tadi aku dimarahi oleh wali kelas 5-d itu. Kau tahu kan siapa guru itu? Guru tergalak yang pernah kutahu. Dia memakiku karena aku keluar saat jam pelajaran untuk pergi ke kantin.” Celetus Yuto sambil menggembungkan kedua pipinya itu.

“Bukannya itu salahmu?” kata Yamada yang melirik Yuto dan menyipitkan kedua matanya.

“Ah, lupakanlah! Lalu, apa masalahmu?” Yuto mencoba mengalihkan perhatian. Namun Yamada terdiam saat mendengar pertanyaan Yuto. Yamada memeluk kedua lututnya dan menenggelamkan kepalanya disana. Terdenngar suara isak tangis walau cuma sesaat.

“Ya-Yamada?” tanya Yuto yang bingung dengan Yamada dan menaruh tangannya di punggung belakang Yamada. Tidak ada reaksi dari Yamada dan Yuto kembali mendengar suara tangis itu semakin kencang dan terdengar lebih jelas.

1 menit..

2 menit..

Akhirnya Yamada membuka mulutnya dan berbicara pelan pada Yuto.

“Ayah dan Ibuku bercerai. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku mempunyai adik yang masih sangat kecil dan aku menyayanginya, aku takut tidak bisa bersamanya, juga tidak bisa bersama keluargaku.” Kata Yamada dengan suara pelan dan terputus-putus. Kata-kata Yamada barusan tidak terlalu terdengar jelas karena diiringi oleh suara dari kereta yang melintas. Walau seperti itu, Yuto tetap bisa mendengar suara Yamada yang pelan di telinganya. Tak tau seberapa sedih perasaan Yamada sekarang, mungkin lebih dari apa yang dibayangkan Yuto.

Yamada kembali menundukkan wajahnya. Beberapa saat kemudian Yamada merasakan suatu sentuhan di punggung belakangnya beberapa kali. Yamada membalikkan kepalanya dan melihat kebelakang.

“Genki desuka?” tanya Yuto sambil menyipitkan kedua matanya yang ia buat dengan tangannya. Wajah Yuto kini berubah dari tampan menjadi lucu. Sempat Yamada tertawa terbahak-bahak melihat itu.

“Bodoh! Kau sudah tahu, kan? Keadaanku sangat tidak baik.” Jawab Yamada dengan tawanya dan juga air mata yang mulai mengalir membasahi wajahnya.

“Tenang, ada aku. Mulai sekarang kita jadi sahabat, aku akan melindingimu. Boku ga Yamada no mamoru.” Kata-kata Yuto barusan sedikit membuat Yamada tenang. Yamada perlahan mengusap air matanya yang mulai berhenti mengalir itu.

“Benarkah?” tanya Yamada saat ia selesai mengusap air matanya. Yuto mengangguk pada Yamada dan tersenyum lebar.

“Ayo pegang janji ini.” Yamada mengulurkan jari kelingkingnya ke hadapan Yuto. Dengan cepat Yuto membalasnya.

“Kau juga, maukah Yamada selalu bersamaku setiap saat, sepertinya hanya kau yang tulus menjadi temanku.” Balas tanya Yuto dengan tetap mengikat janjinya itu di kelingkingnya.

“Unn. Aku akan menjadi sahabatmu. Kita bersahabat mulai sekarang. Dan hanya kaulah yang akan menjadi sahabatku satu-satunya.” jawab Yamada disertai senyum polosnya itu.

“Apa kita akan bersama selamanya?” tanya Yuto pada Yamada untuk lebih meyakinkannya.

“Aku harap begitu.” Jawab Yamada dengan tegas.

#Flash Back End~

***
Sepulang sekolah, sesuai dengan janji mereka yang lain. Mereka akan selalu datang ke tempat pinggir sungai itu setiap hari jumat. Hari terakhir dalam seminggu mereka bersekolah. Karena hampir setiap hari mereka sibuk dengan aktivitas sekolah dan belajar, dan hanya bisa meluangkan waktu bersama hanya di hari jumat, sabtu dan minggu. Walau cuma tiga hari, itu sudah cukup bagi mereka.

Mereka mulai berbaring dan menatap indahnya langit sore. Angin yang berhembus kencang dan udara yang mulai menjadi dingin, benar-benar tidak sesuai dengan cuaca cerah yang mereka harapkan.

“Hei, Yuto, kenapa mataku serasa berat, ya?” tanya Yamada yang mulai menutup matanya.

“Kalau aku, badanku yang mulai terasa berat. Apa aku mulai gendut sepertimu ya?” terdengar tawa yang cukup keras dari Yuto dan membangunkan Yamada.

“Apa maksudmu, huh?!”

“Ah, tidak. Apa ada yang mau kau ceritakan padaku Yama-chan?” tanya Yuto sambil mengeluarkan beberapa kotak pocky dari tasnya. “Kau mau satu?” lanjut katanya.

“Makananmu banyak sekali Yuto..” Yamada lalu mengambil satu kotak pocky dari tangan Yuto.

“Yuto, apa yang akan kau lakukan jika aku tidak ada di sampingmu lagi?” tanya Yamada yang membuat Yuto sejenak menghentikan memakan pocky-nya. Yuto kini mengalihkan pandangannya ke arah Yamada. “Kau tentunya tidak akan sering bolos sekolah, kan?” lanjut pertanyaan dari Yamada.

“Apa maksudmu dengan membolos” celetus Yuto yang langsung memanyunkan bibirnya. “Dan apa maksudmu dengan pertanyaan konyol pertamamu tadi? Kau mau pergi, ya?”

Kini raut wajah Yuto menjadi serius, ia mulai curiga dengan pertanyaan yang dilontarkan Yamada padanya. Yamada mengalihkan pandangannya dari Yuto. Namun kecurigaan Yuto semakin besar melihat tingkah Yamada yang akhir-akhir ini mulai berbeda. Yuto merasa Yamada sedikit menjauhinya dan canggung padanya akhir-akhir ini. ‘Kenapa?’ desah Yuto dalam hati.

Hening..

Sangat hening keadaan saat ini. Tidak seperti biasanya, mungkin Yuto menyadari hal ini.

Tes..

Tes..

Tes..



Air sedikit demi sedikit yang turun dari langit. Awan-awan yang mulai menghitam dan menutupi sinar matahari. Angin yang mulai kencang dan semua orang yang bergegas mencari tempat untuk berteduh, namun tak seperti Yamada dan Yuto. Mereka sama sekali tak bergerak sejak mereka datang kemari. Tubuh mereka sudah basah kuyub karena hujan, Yuto sempat menatap sejenak Yamada sesaat sebelum ia memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, dan kembali ke rumah.

“Yamada, kau mau pulang bersamaku?” tanya Yuto mengulurkan tangannya kepada Yamada. Yamada menengadahkan kepalanya dan memandang Yuto. Yamada menatap Yuto dengan perasaan sedih, dan kemudian kembali menundukkan kepalanya tanpa berbicara sepatah kata pun pada Yuto.

“Ada apa? Baiklah jika kau ingin sendiri, aku pulang duluan. Jyaa..” ucap Yuto menarik uluran tangannya pada Yamada. Yuto membalikkan badannya membelakangi Yamada yang tetap duduk di rerumputan pinggir sungai itu dengan ditemani hujan yang deras. Selangkah demi selangkah Yuto pergi menjauh dari tempat itu, namun terasa berat, seakan kakinya tidak ingin melangkah meningglakan tempat itu.

.

.

.

.

‘Kau berubah Yama-chan..’

***
Hari yang cerah, matahari bersinar terang dan udara yang segar. Benar-benar hari yang disukai oleh Yuto. Namun tampaknya hari ini wajah girang tak terlukis di wajah Yuto. Semenjak kejadian hari itu, Yuto tampak sedikit gelisah dengan Yamada. Entah apa yang akan terjadi, mungkin sesuatu yang buruk.

Yuto keluar dari rumah untuk mencari angin segar dan menjernihkan pikirannya. Tanpa terasa kakinya berhenti saat berada di tempat favoritnya bersama Yamada. Wajah Yuto yang semula tak berekspresi kini berubah, melihat Yamada bersama orang lain, dan tertawa bersama orang lain dan melakukan apa yang sering mereka lakukan di pinggir sungai itu, sungguh membuat Yuto sedikit iri.

“Yamada..” Yuto yang awalnya sedikit ragu dengan orang yang berada bersama Yamada, namun Yuto tidak terlalu memusingkannya. Yang ia pikirkan adalah cara agar persahabatannya dengan Yamada tak berubah. Yuto dengan riang menghampiri Yamada yang sedang asik bergurau dengan seseorang.

“Hoi, Yamada, rupanya kau disini?” teriak Yuto berlari mendekati Yamada.

“Ah, iya..” jawab Yamada dengan sedikit lesu. Nampaknya kedatangan Yuto membuat ekspresi wajah Yamada berubah cepat. Kini wajah Yamada menggambarkan bahwa dia tidak menginginkan kedatangan Yuto.

“Kau..” ujar seseorang yang sedari tadi bersama Yamada. Dia adalah orang yang mungil dan berwajah imut namun nampak sedikit egois. Wajahnya yang menatap tajam ke arah Yuto seakan terlihat bahwa dia membenci Yuto. Yuto yang menyadari hal itu, dengan cepat mengalihkan perhatiannya ke Yamada.

“Yamada, siapa dia?” tanya Yuto

“Dia, sahabatku..” jawab Yamada. Kini hati Yuto seakan teriris sebuah pisau tajam setelah mendengar ucapan Yamada. ‘Sahabat? Bukannya hanya aku sahabat satu-satunya?’ batin Yuto dalam hati.

“Yamada, kau membuang mentah-mentah ucapanmu dulu padaku? Janji..kita..” tanya Yuto. Namun, jawaban yang Yuto harapkan dari Yamada, justru berlawan arah dengan jawaban yang dikatakan Yamada.

“Janji apa?”

“Huh?! Kau lupa?!”

“Yamada-kun, ayo kita pergi.” Ajak pria mungil itu dan menarik lengan baju Yamada. Kini perhatian Yamada terpusat olehnya dan mengangguk menuruti apa kata pria mungil itu. Yuto yang dari tadi menunggu jawaban dari Yamada, kini di acuhkan olehnya.

Yamada dan pria mungil yang tak dikenal Yuto itu, kini pergi meninggalkannya. Yuto sangat kesal, namun bukan karena tingkah pria yang asing baginya itu, melainkan karena Yamada yang melupakan semuanya.. janji.. bahkan mungkin Yuto merasa akan dilupakan olehnya.

Yuto ingin melampiaskan semua kekesalannya, ia teringat dengan apa yang pernah diajarkan Yamada dan yang sering mereka lakukan bersama. Dan ia pun melakukannya.


Kau terbaring di rumput hijau ini, lalu menutup matamu. Lupakan hal buruk yang terjadi hari ini dan ingat hal yang menyenangkan yang terjadi hari ini. Lalu berimajinasi sesukamu. Kepalkan tanganmu di langit seakan mengangkap imajinasimu itu. Lupakan kesedihanmu atau kekesalanmu, ganti dengan hal-hal yang kau sukai.


***
1 minggu berlalu, Yuto sama sekali tidak menampakkan dirinya pada Yamada. Dia membolos sekolah, tidak mengikuti ektra, dan tidak ingin keluar dari kamarnya. Keadaan ini sedikit membuat Yamada cemas, sudah berulang kali Yamada mengunjungi rumahnya, namun sama sekali Yuto tak mau bertemu dengannya. hari ini, tepat 9 tahun janji mereka ada, dan Yamada mencoba bertemuYuto dengan cara lain.

Kini, Yamada sudah berada di depan rumah Yuto, dia mencari jendela kamar Yuto yang berada dekat dengan pohon sakura. Itu membuat Yamada memiliki sebuah ide agar bisa bertemu.

Tak Tak Tak!
Terdengar suara dari arah jendela Yuto dan membangunkannya dari tidurnya yang lelap. Namun Yuto sama sekali tidak peduli dan kembali memejamkan matanya.

Tak Tak Tak!!
Suara itu semakin berbunyi keras dan membuat Yuto kesal. Yuto bangkit dari kasurnya dan pergi menuju arah jendelanya. Terlihat dari ekspresi Yuto bahwa dia amat kesal dan sedang tak ingin diganggu siapapun. Yuto membuka jendela dengan kasar dan menemukan bahwa Yamada sedang berada di pohon sakura dan duduk disana.

“Baka! Apa yang kau lakukan?! Kau akan jatuh!” bentak Yuto pada Yamada dan mencoba menolongnya agar masuk ke kamarnya.

“Ah, kukira kau marah padaku, ternyata tidak.” Kata Yamada lega.

“Aku memang marah padamu!” Yuto mencoba menyangkal kata Yamada barusan dan menunjukan wajah marahnya pada Yamada.

“Tapi kenapa tadi kau menolongku?” sindir Yamada. Namun tak ada respon dari Yuto. Kemudian Yuto kembali ke ranjangnya, mencoba tertidur dengan menyelimuti seluruh tubuhnya dan meninggalkan Yamada sendiri.

“Hei, kau cuek sekali? Kita sahabat bukan?” Yamada menghampiri Yuto dan menggoyangkan tubuh Yuto. Kini amarah Yuto semakin menjadi-jadi. Yuto bangkit dari posisi tidurnya dan sesaat memandang Yamada dengan tajam.

“Apa maumu! Sahabat? Bahkan kau lupa dengan janji kita!” bentak Yuto melemparkan selimutnya sembarangan.

“Aku masih ingat. Aku akan selalu bersamamu dan hanya kau sahabatku. Aku masih ingat...selalu..” jelas Yamada.

“Lalu, kenapa kemarin kau bilang kau lupa? Ah~ apa karena ada orang mungil itu di dekatmu? Kau malu jadi sahabatku?” Amarah Yuto mulai memuncak. Yuto mencengkram kerah baju Yamada dengan kasar dan menariknya dengan kuat.

“Kemarin? Pria mungil? Apa maksudmu?” balik tanya Yamada.

“Eh? Ah, sudah kau keluar saja. Aku muak.” Yuto mendorong paksa Yamada untuk keluar dari kamarnya.

Brak!
Pintu kamar Yuto tertutup dengan keras setelah Yuto berhasil menyuruh Yamada keluar dari kamarnya. Yamada berbalik ke arah kamar Yuto, menatap dengan penuh harapan, berharap agar mereka kembali pulih seperti dulu.

***
Yamada keluar dari rumah Yuto, angin yang bertiup kencang dan salju yang mulai turun membuat hawa menjadi sangat dingin. Dengan cepat Yamada meraih tasnya dan mengambil jaket yang berada di dalamnya. Ia mengenakan jaketnya dan berlari untuk pulang ke rumahnya.

Di tengah perjalanan, Yamada menemukan seorang yang sedang asik duduk di bangku taman tanpa pakaian hangat yang menempel di tubuhnya, hanya mengenakan kaos putih dan celana panjang disertai dengan boot yang dipakai untuk menjadi alas kaki. Yamada mendekati orang itu dan mencoba mengajaknya untuk ke rumahnya yang sudah tidak jauh lagi. Semakin dekat Yamada pada orang itu, semakin Yamada merasa tak asing padanya. Tubuhnya yang kecil mungil dan rambut tebal juga hitam.

“Apa yang kau lakukan? Bukankah udara sangat dingin dan kau tidak memakai jaket atau syal?” tanya Yamada pada pria yang mungil itu namun tak ada respon darinya. Yamada merasa aneh, kepalanya sekarang mulai pusing dan sakit, namun Yamada mencoba untuk menahan sakitnya itu. Pria mungil itupun mulai menampakan wajahnnya yang dari tadi tak terlihat karena selalu menundukkan wajahnya.

“Ya-ma-da-kun.. ayo bermain bersama lagi. Hanya kau dan aku..” Ucap pria mungil itu yang bangkit berdiri dari bangku yang ia duduki, lalu menatap tajam mata Yamada.

“Ah, kau...” kini sakit di kepala Yamada semakin perih dan membuatnya ambruk disana.


__________________Tsuzuku____________

1 komentar:

Pengikut